Search This Blog

Tuesday 14 March 2017

Peran Etnis Tionghoa Dalam Politik di Indonesia

Paska reformasi arah demokrasi makin menggliat, keran keran demokrasi semakin membuka diri. etnis tionghoa yang selama orde baru tidak memiliki kebebasan politik, sesudah reformasi mereka cukup meramaikan perpolitikan di Indonesia. Adanya Gubernur sekaligus calon Gubernur dari etnis tiongha Basuki Tjahaja Purnama yang turut mermaikan Pilkada DKI yang sedang berlangsung saat ini sedikit membuka sejarah konflik laten anatara pribumi dan etnis tionghoa. Pilkada DKI yang sedang berlangsung saat ini di warnai dengan kampanye kampanye negatif yang bisa meruntuhkan disintegrasi bangsa ini.


Sumber : id.wikipedia.org
Sejarah menunjukan era kolonialisme bangsa belanda sudah meninggalkan warisan sebegitu negatifnya, Penjajahan selalu memandang  rendah bangsa yang di jajahnya, Sementara itu bangasa eropa sebagai penjajah menempatkan diri pada status sosial yang lebih tinggi, Kolonialisme Belanda kemudian membuat strarata sosial, keturunan campuran anatara eropa asia menempati posisi kedua setelah bangsa eropa dan etnis tionghoa di tempatkan pada strata selanjutnya baru kemudian pribumi menempati tingkatan sosial yang paling rendah. 

Penduduk Jakarta dari etnis Cina (Tiongkok) (foto koleksi : kitlv)
Sumber : jakartapedia.bpadjakarta.net
Warisan  tingkatan sosial tersebut setelah kemerdekaan memunculkan sosial Distance (jarak sosiali). Warga ketrununan tionghoa masih menganggap pribumi sebagai suatu kelompok dibawahnya. memimbulkan sikap pemusuhan dari pribumi terhadap warga tionghoa.

Pada jaman Pemerintahan Orde Baru meskipun kelompok ketutunan tionghoa ini tidak di beri tempat pada hirarkhi kekuasaan. akan tetapi, warga keturunan tionghoa masih di beri tempat yang istimewa. kelompok ini di beri kekuasaan lebih untuk memegang perekonomian. sikap ini idak jauh berbeda dengan apa yang di lakukan pemerintah kolonialis dimana Belanda memberikan hak istimewa pada golongan ini untuk mengendalikan perdagangan di plosok plosok daerah.

Beberapa contoh sikap dan prasangka antara pribumi ini mau tidak mau menimbulkan konflik kerusuhan rasial yang terjadi yaitu :
Bandung, 10 Mei 1963. Kerusuhan anti suku peranakan Tionghoa terbesar di Jawa Barat. Awalnya, terjadi keributan di kampus Institut Teknologi Bandung antara mahasiswa pribumi dan non-pribumi. Keributan berubah menjadi kerusuhan yang menjalar ke mana-mana, bahkan ke kota-kota lain seperti Yogyakarta, Malang, Surabaya, dan Medan.
Pekalongan, 31 Desember 1972. Terjadi keributan antara orang-orang Arab dan peranakan Tionghoa. Awalnya, perkelahian yang berujung terbunuhnya seorang pemuda Tionghoa. Keributan terjadi saat acara pemakaman.
Palu, 27 Juni 1973. Sekelompok pemuda menghancurkan toko Tionghoa. Kerusuhan muncul karena pemilik toko itu memakai kertas yang bertuliskan huruf Arab sebagai pembungkus dagangan.
Bandung, 5 Agustus 1973. Dimulai dari serempetan sebuah gerobak dengan mobil yang berbuntut perkelahian. Kebetulan penumpang mobil orang-orang Tionghoa. Akhirnya, kerusuhan meledak di mana-mana.
Ujungpandang, April 1980. Suharti, seorang pembantu rumah-tangga meninggal mendadak. Kemudian beredar desas-desus: Ia mati karena dianiaya majikannya seorang Tionghoa. Kerusuhan rasial meledak. Ratusan rumah dan toko milik suku peranakan Tionghoa dirusak.
Medan, 12 April 1980. Sekelompok mahasiswa USU bersepeda motor keliling kota, sambil memekikkan teriakan anti suku peranakan Tionghoa. Kerusuhan itu bermula dari perkelahian.
Solo, 20 November 1980. Kerusuhan melanda kota Solo dan merembet ke kota-kota lain di Jawa Tengah. Bermula dari perkelahian pelajar Sekolah Guru Olahraga, antara Pipit Supriyadi dan Kicak, seorang pemuda suku peranakan TiongHoa. Perkelahian itu berubah menjadi perusakan dan pembakaran toko-toko milik orang-orang TiongHoa.
Surabaya, September 1986. Pembantu rumah tangga dianiaya oleh majikannya suku peranakan TiongHoa. Kejadian itu memancing kemarahan masyarakat Surabaya. Mereka melempari mobil dan toko-toko milik orang-orang TiongHoa.
Pekalongan, 24 November 1995. Yoe Sing Yung, pedagang kelontong, menyobek kitab suci Alquran. Akibat ulah penderita gangguan jiwa itu, masyarakat marah dan menghancurkan toko-toko milik orang-orang Tiong Hoa.
Bandung, 14 Januari 1996. Massa mengamuk seusai pertunjukan musik Iwan Fals. Mereka melempari toko-toko milik orang-orang TiongHoa. Pemicunya, mereka kecewa tak bisa masuk pertunjukan karena tak punya karcis.
Rengasdengklok, 30 Januari 1997. Mula-mula ada seorang suku peranakan Tiong Hoa yang merasa terganggu suara beduk Subuh. Percekcokan terjadi. Masyarakat mengamuk, menghancurkan rumah dan toko TiongHoa.
Ujungpandang, 15 September 1997. Benny Karre, seorang keturunan Tiong Hoa dan pengidap penyakit jiwa, membacok seorang anak pribumi, kerusuhan meledak, toko-toko TiongHoa dibakar dan dihancurkan.
Februari 1998. Kraksaan, Donggala, Sumbawa, Flores, Jatiwangi, Losari, Gebang, Pamanukan, Lombok, Rantauprapat, Aeknabara: Januari – Anti Tionghua
Kerusuhan Mei 1998. Ketidakpuasan politik yang kemudian digerakkan oleh kelompok politik tertentu menjadi kerusuhan anti Tionghua.
Kerusuhan 13-15 Mei 1998 di Jakarta
Sumber : tionghoa.info

Kerusuhan kerusuhan yang terjadi tersebut di atas sungguh disayangkan, adanya sikap permusuhan di tengah tengah masayarakat selalu menimbulkan stabilitas keamanan yang cukup serius. Negara sebenarnya sudah mengambil peran untuk menghilangkan warisan koloniaisme ini. para tokoh pendiri bangsa menyadarai kemajemukan bangsa ini, dan untuk menghindari konflik yang terjadi di masyarakat, negara sudah berusaha mendoktrin indioligi kebineka tunggal ikaan dengan doktrin Idiologi Pancasila sebagai solusi bagi negara untuk mengendalikan konflik dalam masyarakat.

Peran serta keluraga dari kedua kelompok ini juga mempunyai peranan yang sangat penting dimana keluarga mesti menghilangkan prasangka negatif . prasangka negatif warga tionghoa yang menganggap kelas pribumi sebaga kelas bawah akan menimbulkan sikap sosial Distance (jarak sosial) sehingga akan menimbulkan permusuhan pribumi terhadap warga tionghoa. Dan begitu sebaliknya bagi masyarakat pribumi untuk bisa menghilangkan sikap rasa superioritas atas mayoritas agama dan sukunya. nilai nilai pandangan negatif ini mesti di rubah dari keluarga untuk tidak mengajarkan anak ankanya untuk prasangka negatif antara kelompok satu dengan kelompok lainnya.
   
Masyarakat Indonesia terdiri dari suku, etnis dan agama  yang beragam. kemajemukan ini sudah sepatutnya di jaga. konflik antar golongan di minimalkan sedapat mungkin dengan memupuk sikap toleransi dan menghargai satu sama lainnya. prasangka sosial yang negatif hendaknya di hilangkan mulai dari unit masyarakat kecil dalam suatu kelompk keluarga. anak anak mulai di ajarkan untuk menghilangkan stigma negatif  terhadap etnis, suku dan agama yang berbeda. ini bukan saja tanggung jawab sekolah untuk menananamkan nilai toleransi dan keberagaman. tetapi karakter dan pandangan anak akan sangat banyak di pengaruhi sekali oleh sikap dan pandangan keluarganya terhadap kelompok sosial tertentu. 

Toleransi anak di ajarkan semenjak dini
Sumber : jpnn.com

Dalam iklim demokrasi, ikut sertanya peran masyarakat dalam pemlihan kepala daerah langsung. hendaknya mulai di sikapi dengan pikiran yang jernih. Tidak memprofokator atau terprofokator dengan isu isu yang negatif  yang bisa merusak keharmonisan sikap hidup berbangsa dan bernegara. masyarakat di harapkan  tidak lagi berperan sebagai domba domba politik yang hanya akan jadi korban, akan tetapi akan lebih elok jika masayarakat di tempatkan pada  sikap penentu arah demokrasi yang lebih baik. melihat track record dan program program kerja dari calon gubernur sebagai pilihan merupakan gambaran masayarakat yang lebih bijak, pintar dan sehat dalam mewarnai demokrasisasi ini.

No comments: